5 Rekomendasi Film yang Sukses Bikin Para Lelaki Menangis (Part 1)

 #1
A.I. (Artificial Intelligence)
(Steven Spielberg, 2001)


A.I bercerita tentang petualangan David, seorang robotic boy, yang berjuang untuk menjadi anak manusia demi mendapatkan kasih sayang dari ibunya. Ini adalah dongeng pinokio versi modern di dunia masa depan. Adegan yang membuat saya banjir air mata adalah ketika David akhirnya harus menerima kenyaatan pahit yang sesungguhnya, dimana ia harus berpisah dengan ibu yang sangat dicintainya. Diperankan dengan sangat apik oleh Haley Joel Osment sebagai robot (perhatikan di sepanjang film dia tak berkedip).

#2
5 Centimeters per Second (Byosoku Go Senchimetoru)
(Makoto Shinkai, 2007)


5 Centimeters per Second (Byosoku Go Senchimetoru) hanya berdurasi satu jam lebih sedikit, tapi luka yang ditinggalkannya menganga selama lebih dari ratusan kali durasi filmnya. Ceritanya tentang cinta masa kecil yang ternyata, bagi beberapa orang, mengena terlalu dalam dan susah untuk dilupakan bahkan sampai satu dekade berlalu. Perpisahan dan perasaan yang tak pernah terucap adalah resep mujarab untuk penyesalan. Melalui tema itulah, Makoto Shinkai menghadirkan animasi hyper-realistic —yang akhirnya menjadi ciri khasnya— dalam melodrama yang sebenarnya nyaris tanpa jalinan plot yang komprehensif ini. Bagi yang pernah merasakannya, bagian terakhir dari film ini menjadi sangat pedih. Sembari merenungi kisah yang tak pernah terjadi, sang tokoh utama dan cinta masa lalunya bersatu dalam sebuah dual narration —diiringi “One more time, one more chance” dari Masayoshi Yamazaki yang liriknya menambah perih duka. Awalnya hanya perasaan berdesir yang terasa di dada, ketika lagu berakhir dan adegan di persimpangan kereta berakhir, tak terasa air mata sudah sampai di ujung muka. Tandas rasanya.

#3
Capernaum
(Nadine Labaki, 2018)


Diantara banyak film yang telah saya tonton, Capernaum masuk ke kategori film yang berhasil membuat saya menangis sebanjir-banjirnya. Capernaum mengajak kita berempati kepada seorang anak bernama Zayn, yang tumbuh dari keluarga tak layak, yang harus bekerja keras bahkan di umurnya yang masih sangat belia. Ia dihadapkan dengan kenyataan-kenyataan pahit yang dialami keluarganya, hingga memutuskan untuk kabur dan tinggal di jalanan. Capernaum menampar kita dengan kenyataan bagaimana menderitanya seorang anak yg tumbuh dari keluarga yang tidak pantas. Penderitaan seorang anak yang orang tuanya tidak layak untuk memilikinya. Benar-benar menyiksa untuk disaksikan bahkan dari babak pembukaan. Akting dari Zayn al-Rafeea, aktor non profesional yang diambil langsung dari jalanan, memberikan performa akting yang luar biasa menakjubkan, ditambah lankap perkotaan yang kumuh dan scoring yang sorrowful menjadikan film ini lebih menyayat hati. A heartbreaking and devastating cinema!!!

#4
One Day
(Lone Scherfig, 2011)


One Day berpusat pada dua karakter utama, Emma (Anne Hathaway) dan Dexter (Jim Sturgess). Bercerita tentang perjalanan kisah hidup mereka selama hampir belasan tahun. Hubungan persahabatan keduanya, karir, dan tentunya: cinta. Mereka juga berkomitmen bertemu setiap tanggal 15 Juli. Moment to cry nya sih pasti sudah bisa ditebak... (SPOILER) saat salah satu dari karakter utama meninggal, di momen dimana cinta mereka akhirnya bersatu setelah terombang-ambing sepanjang film. Satu scene kehilangannya ini dieksekusi dengan baik, simple, tapi kena banget. Di akhir film juga ada scene flashback ke awal film.yang cukup membuat saya sedih sekaligus bahagia. Scene yang menggambarkan kenapa dua karakter utama tadi mampu awet berteman hingga belasan tahun.

#5
Like Father, Like Son
(Hirokazu Kore-eda, 2013)



Like Father, Like Son membuktikan bahwa kisah "putri yang tertukar" jika ditangani dengan benar bisa menjadi drama keluarga yang bagus dan menghanyutkan. Ada banyak momen heartbreaking yang sanggup membuat saya meneteskan air mata. Kecerdasan sang sutradara dalam menangani aktor-aktor ciliknya juga membuat adegan demi adegan dimainkan cukup luwes meskipun agak sedikit lambat. Performa dari para aktor dan aktrisnya pun perlu diacungi jempol terutama Machiko Ono yang bisa membuat hati para lelaki tidak tahan untuk tidak memeluknya melihat ia menahan kesakitan batin sebagai seorang Ibu. Film ini juga menjadi potret nyata dalam berkeluarga jika seorang anak itu, baik laki atau perempuan, akan mengikuti figur ayah dan ibunya.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama